Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita
percaya bahwa kebohongan akan
membuat manusia terpuruk dalam
penderitaan yang mendalam, tetapi
kisah
ini justru sebaliknya.
Dengan adanya kebohongan ini,
makna sesungguhnya dari
kebohongan ini
justru dapat membuka mata kita dan
terbebas dari penderitaan, ibarat
sebuah energi yang mampu
mendorong mekarnya sekuntum
bunga yang paling indah di dunia.
Cerita bermula ketika aku masih kecil,
aku terlahir sebagai seorang anak laki-
laki di sebuah keluarga yang miskin.
Bahkan untuk makan saja,
seringkali kekurangan. Ketika makan,
ibu sering memberikan porsi nasinya
untukku. Sambil memindahkan nasi
ke mangkukku, ibu berkata :
“Makanlah nak, aku tidak lapar”
———- KEBOHONGAN IBU YANG
PERTAMA
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu
yang gigih sering meluangkan waktu
senggangnya untuk pergi memancing
di kolam dekat rumah, ibu berharap
dari ikan hasil pancingan, ia bisa
memberikan sedikit makanan bergizi
untuk petumbuhan. Sepulang
memancing, ibu memasak sup ikan
yang segar dan mengundang selera.
Sewaktu aku memakan sup ikan itu,
ibu duduk
disamping aku dan memakan sisa
daging ikan yang masih menempel di
tulang
yang merupakan bekas sisa tulang
ikan yang aku makan. Aku melihat ibu
seperti itu, hati juga tersentuh, lalu
menggunakan sumpitku dan
memberikannya kepada ibuku. Tetapi
ibu dengan cepat menolaknya, ia
berkata :
“Makanlah nak, aku tidak suka makan
ikan” ———- KEBOHONGAN IBU
YANG KEDUA
Sekarang aku sudah masuk SMP,
demi membiayai sekolah abang dan
kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk
membawa sejumlah kotak korek api
untuk
ditempel, dan hasil tempelannya itu
membuahkan sedikit uang untuk
menutupi kebutuhan hidup. Di kala
musim dingin tiba, aku bangun dari
tempat tidurku, melihat ibu masih
bertumpu pada lilin kecil dan dengan
gigihnya melanjutkan pekerjaanny
menempel kotak korek api. Aku
berkata
:”Ibu, tidurlah, udah malam, besok
pagi ibu masih harus kerja.
” Ibu tersenyum dan
berkata :”Cepatlah tidur nak, aku tidak
capek”
———- KEBOHONGAN IBU YANG
KETIGA
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti
kerja supaya dapat menemaniku pergi
ujian. Ketika hari sudah siang, terik
matahari mulai menyinari, ibu yang
tegar dan gigih menunggu aku di
bawah terik matahari selama
beberapa jam. Ketika bunyi lonceng
berbunyi, menandakan ujian sudah
selesai. Ibu dengan segera
menyambutku dan menuangkan teh
yang sudah
disiapkan dalam botol yang dingin
untukku. Teh yang begitu kental tidak
dapat dibandingkan dengan kasih
sayang yang jauh lebih kental. Melihat
ibu yang dibanjiri peluh, aku segera
memberikan gelasku untuk ibu
sambil menyuruhnya minum.
Ibu berkata :”Minumlah nak, aku tidak
haus!” ———- KEBOHONGAN IBU
YANG KEEMPAT
Setelah kepergian ayah karena sakit,
ibu yang malang harus merangkap
sebagai ayah dan ibu. Dengan
berpegang pada pekerjaan dia yang
dulu,
dia harus membiayai kebutuhan
hidup sendiri. Kehidupan keluarga
kita
pun semakin susah dan susah. Tiada
hari tanpa penderitaan. Melihat
kondisi keluarga yang semakin parah,
ada seorang paman yang baik hati
yang tinggal di dekat rumahku pun
membantu ibuku baik masalah besar
maupun masalah kecil. Tetangga yang
ada di sebelah rumah melihat
kehidupan kita yang begitu sengsara,
seringkali menasehati ibuku untuk
menikah lagi. Tetapi ibu yang
memang keras kepala tidak
mengindahkan nasehat mereka, Ibu
berkata : “Saya tidak butuh cinta”
———-KEBOHONGAN IBU YANG
KELIMA
Setelah aku, kakakku dan abangku
semuanya sudah tamat dari sekolah
dan bekerja, ibu yang sudah tua
sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu
tidak
mau, ia rela untuk pergi ke pasar
setiap pagi untuk jualan sedikit
sayur untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Kakakku dan abangku yang
bekerja di luar kota sering
mengirimkan sedikit uang untuk
membantu
memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu
bersikukuh tidak mau menerima uang
tersebut. Malahan mengirim balik
uang tersebut.
Ibu berkata : “Saya punya duit”
———-KEBOHONGAN IBU YANG
KEENAM
Setelah lulus dari S1, aku pun
melanjutkan studi ke S2 dan
kemudian
memperoleh gelar master di sebuah
universitas ternama di Amerika berkat
sebuah beasiswa di sebuah
perusahaan. Akhirnya aku pun
bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji
yang lumayan tinggi, aku bermaksud
membawa
ibuku untuk menikmati hidup di
Amerika. Tetapi ibu yang baik hati,
bermaksud tidak mau merepotkan
anaknya, ia berkata kepadaku :
“Aku tidak terbiasa” ———-
KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH
Setelah memasuki usianya yang tua,
ibu terkena penyakit kanker lambung,
harus dirawat di rumah sakit, aku
yang berada jauh di seberang
samudra
atlantik langsung segera pulang untuk
menjenguk ibunda tercinta. Aku
melihat ibu yang terbaring lemah di
ranjangnya setelah menjalani
operasi. Ibu yang keliatan sangat tua,
menatap aku dengan penuh
kerinduan. Walaupun senyum yang
tersebar di wajahnya terkesan agak
kaku
karena sakit yang ditahannya. Terlihat
dengan jelas betapa penyakit itu
menjamahi tubuh ibuku sehingga
ibuku terlihat lemah dan kurus kering.
Aku sambil menatap ibuku sambil
berlinang air mata. Hatiku perih, sakit
sekali melihat ibuku dalam kondisi
seperti ini. Tetapi ibu dengan
tegarnya berkata :
“Jangan menangis anakku, Aku tidak
kesakitan” ———-KEBOHONGAN IBU
YANG KEDELAPAN.
Setelah mengucapkan
kebohongannya yang kedelapan,
ibuku tercinta
menutup matanya untuk yang terakhir
kalinya. Dari cerita di atas, saya
percaya teman-teman sekalian pasti
merasa tersentuh dan ingin sekali
mengucapkan : ” Terima kasih Ibu ! ”
Coba dipikir-pikir teman, sudah
berapa lamakah kita tidak menelepon
ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah
kita tidak menghabiskan waktu kita
untuk berbincang dengan ayah ibu
kita?
Di tengah-tengah aktivitas kita yang
padat ini, kita selalu mempunyai
beribu-ribu alasan untuk
meninggalkan ayah ibu kita yang
kesepian. Kita
selalu lupa akan ayah dan ibu yang
ada di rumah. Jika dibandingkan
dengan pacar (‘afwan yah nyindir yg
pacaran), kita pasti lebih peduli
dengan pacar. Buktinya, kita selalu
cemas akan kabar pacar, cemas
apakah dia sudah makan atau belum,
cemas apakah dia bahagia bila di
samping kita…??
Namun, apakah kita semua pernah
mencemaskan kabar dari ortu kita?
Cemas
apakah ortu kita sudah makan atau
belum? Cemas apakah ortu kita
sudah
bahagia atau belum? Apakah ini
benar? Kalau ya, coba kita renungkan
kembali lagi…
Di waktu kita masih mempunyai
kesempatan untuk membalas budi
ortu kita, lakukanlah yang terbaik.
Jangan sampai ada kata “MENYESAL”
di kemudian hari.
[Dikutip dari milis.....]
Astaghfirullahal’adziim
Jumat, 23 Maret 2012
8 kebohongan seorang ibu semasa hidupnya
Published with Blogger-droid v2.0.4
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar